Santa Theresia
dari kanak-kanak Yesus dilahirkan di Alemon Perancis pada tgl 2 Januari
1873 dengan nama Maria Francoise Therese Martin. Ia berasal dari sebuah
keluarga Katolik yang saleh, pasangan suami isteri Louis Martin dan
Azelie Guerin. Ibunya meninggal waktu Theresia masih anak-anak.
Sepeninggal ibu Theresia sangat terguncang sehingga Pauline kakaknya
terpaksa menggantikan peran ibunya untuk merawat dan memperhatikan
perkembangan Theresia.
Theresia sangat disayang oleh ayahnya dan mendapat
berbagai julukan seperti "Theresia kecil" atau "Ratu Kecil" dsb. Tahun
1881 sampai 1885 Theresia bersekolah di sekolah suster-suster
Benedictin, ia tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang sangat perasa dan
cepat menangis sehingga kurang akrab dengan teman-teman sekolahnya.
Sifat perasa unu semakin menjadi-jadi ketika Pauline kakak perempuannya
masuk biara Carmel di Lisieux tahun1882.
Theresia jatuh sakit karena
keberangkatan kakaknya itu, namun ia disembuhkan secara ajaib saat
kakak-kakaknya berlutut dan berdoa disamping tempat tidur untuk
kesembuhannya, penyakitnya hilang seketika meskipun sifat perasanya
masih ada. Sifat perasa itu baru hilang setelah dinasihati oleh ayahnya
pada perayaan Natal 1886, semenjak itu ia sadar akan sifat buruknya yang
manja dan mudah tersinggung itu. Ia sadar bahwa sifat yang
kekanak-kanakan itu sudah tidak cocok lagi bagi seorang remaja puteri
yang bercita-cita menjadi suster.
Sabtu, 24 Agustus 2013
Santo Vinsensius A Paulo
Vinsensius a Paulo terkenal sebagai rasul cintakasih bagi kaum miskin
dan penghibur orang-orang sakit. Pendiri Kongregasi Misi dan Kongregasi
Puteri-puteri Cintakasih ini lahir di Pouy, Gascony, Prancis pada
tanggal 24 April 1581. Ayahnya Jean de Paul dan ibunya Bertrande de
Moras dikenal sebagai petani miskin di Pouy dengan enam orang anak.
Meskipun demikian, mereka orang beriman dan saleh hidupnya. Mereka
mendidik anak-anaknya dalam kerja dan hidup doa sehingga semuanya
berkembang dewasa menjadi orang beriman yang saleh dan disenangi banyak
orang.
Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya. Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar dan rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya. Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar dan rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Santo Tarsisius
Santo Tarsisius lahir pada tanggal 15
Agustus sekitar tahun 250 di Roma. Setiap pagi, sebelum fajar ia sering
melewati jalan-jalan dan lorong-lorong kota Roma ke tempat orang
Kristiani berkumpul. Gua – gua bawah tanah, yang sebetulnya adalah
kuburan, mereka gunakan sebagai tempat pertemuan. Tempat seperti itu
dinamakan Katakomba. Yaitu sebgangn lurus panjang gelap dan ditutup oleh
batu panjang. Mereka hanya berani berkumpul pada malam hari, karena
agama mereka terlarang.
Pada zaman kaisar Valerianus, orang-orang
Nasrani tidak diperkenankan untuk menerima sakramen (Tubuh Kristus) dan
diharuskan untuk menyembah berhala. Bila tidak mau menyembah berha,
maka akan ditangkap dan dibunuh. Pada suatu hari seperti biasa Tarsisius
pergi ke Katakomba untuk mengikuti Misa. Pada saat itu Bapa Suci (Sri
Paus) ingin mempersembahkan misa sendiri. Tapi hanya sedikit orang yang
datang, karena kebanyakan dari orang Kristiani sudah ditangkap, adapula
yang mengungsi ke luar kota untuk menyelamatkan diri. Tidak seperti
biasa Tarsisius tidak langsung pulang, tetapi membantu untuk mengatur
alat Misa. Saat itu Sri Paus mengeluh bahwa ada petugas penjara yang
datang secara diam-diam. Dia bilang tawanan-tawanan Nasrani ingin sekali
menyambut Tubuh Kristus sebelum dibunuh. Tetapi keadaannya tidak
memungkinkan karena wajah Sri Paus sudah tidak asing bagi kebanyakan
orang.
Santa Monika (Teladan Para Ibu)
Monika dilahirkan di kota Thagaste, Afrika Utara. Keluarga Monika
termasuk golongan yang terkemuka, sebuah keluarga Kristen yang saleh dan
taat beribadah. Monika diasuh oleh seorang pelayan perempuan yang lebih
berpengaruh daripada ibunya sendiri. Dia dididik secara ketat dan
keras, khususnya dalam hal makan dan minum.
Pada usia yang masih tergolong muda, Monika menikah dengan seorang bernama Patrisius. Patrisius adalah seorang yang kasar, mudah marah, tidak setia, peminum, dan mempunyai ekonomi yang tidak memadai. Ia juga seorang kafir yang tidak percaya kepada Tuhan. Menghadapi sifat suaminya yang jauh dari sempurna itu, Monika yang saleh berdoa dan memohon Tuhan memberikan rahmat pertobatan kepada Patrisius.
Kehidupan Monika dan suaminya jauh dari kebahagiaan. Terdapat perbedaan yang begitu jauh, Monika adalah seorang yang lemah lembut, sedangkan suaminya seorang yang kasar. Monika dengan penuh kesetiaan dan ketabahan menanggung semua beban itu. Monika membicarakan persoalan dengan suaminya ketika suaminya dalam keadaan tenang. Walaupun suaminya kasar tetapi Monika tidak pernah dipukul, maka contoh hidupnya menggerakkan hati banyak ibu di kota itu. Monika selalu mengatakan bahwa seorang suami yang sedang marah sebaiknya jangan dilawan, baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Bila sudah tenang dan tidak marah lagi maka itulah waktu yang tepat untuk didekati dan diajak berbicara dengan baik-baik. Suami Monika adalah seorang yang mudah marah, tetapi Monika tidak pernah disiksa dan dipukul. Tak jarang dijumpai banyak ibu yang memiliki suami yang lembut dan ramah, namun kadang-kadang di wajahnya ada bekas pukulan. Monika menasihati para ibu agar mengingat selalu buku tentang perkawinan yang dulu pernah dibacakan, yaitu taat pada suami dan tidak bersikap angkuh. Banyak ibu yang menjalankan nasihat itu dan mereka berhasil. Monika juga seorang ibu yang menjadi penegak yang bijak dan pendamai dalam setiap perselisihan dengan orang lain. Berkat doa Monika yang tak kunjung putus itu, akhirnya Patrisius dibaptis sesaat sebelum ia meninggal pada tahun 370.
Perkawinan Monika dan Patrisius ini membuahkan tiga orang anak, yaitu Agustinus, Navigius, dan Perpetua. Agustinus lahir pada hari Minggu tanggal 13 November 354. Ia seorang anak yang nakal, suka berbohong, dan selalu mencari alasan untuk menghindar dari tugas belajarnya. Ia juga malas, suka mencuri, dan suka memukul. Akan tetapi, Agustinus adalah seorang anak yang pandai dan selalu berdoa. Monika banyak mendapat kesulitan dalam mendidik Agustinus, karena ia tidak mau diperintah. Namun, Monika mendidik anaknya dengan rasa keibuan dan kasih sayang. Monika adalah ibu yang senantiasa mengikuti perjalanan hidup anaknya dan tidak pernah meninggalkannya, walaupun sang anak pernah mengecewakannya. Contohnya, Agustinus yang menjauh dari Gereja. Di kemudian hari Agustinus sendiri mengatakan, “Karena kebaikan ibuku, aku bisa mendapatkan segala yang terbaik yang telah kuperoleh.” Monika dengan antusias mengajarkan dan menceritakan pada anak-anaknya tentang Allah, tentang Kristus.
Pada usia enam belas tahun Agustinus menghabiskan masa remajanya dengan berkeliaran bersama teman-temannya yang sedang dilanda perasaan jenuh dan bosan. Mereka sering melakukan kejahatan. Agustinus sendiri senang melakukan percabulan. Tidak ada yang mengingatkan Agustinus akan dosa. Bahkan, ayahnya sendiri bangga akan hal itu. Sebaliknya, Monika terus berdoa dan menasihatinya. Agustinus pernah menjalani kehidupan “kumpul kebo” bersama seorang wanita. Akibatnya, lahirlah seorang putra hasil hubungan mereka di tahun 372. Anak tersebut diberi nama Adeodatus.
Suatu ketika Agustinus membaca sebuah buku yang berjudul “Hortensius” dengan tujuan agar dia bisa pandai berbicara. Ternyata dia tersentuh bahwa bukan hawa nafsu yang dicari, tetapi kehidupan rohanilah yang memberikan ketenangan. Akan tetapi, Agustinus tidak puas dengan ajaran Kitab Suci, maka dia berkenalan dengan sebuah aliran, yaitu Manikheisme. Ulah Agustinus ini membuat Monika semakin sedih dan menangis tak hentinya sambil berdoa. Airmata Monika lebih deras daripada airmata seorang ibu yang melihat anaknya meninggal dunia.
Akhirnya Monika menghadap seorang uskup dan meminta supaya uskup itu berbicara kepada Agustinus untuk melepaskan dirinya dari aliran Manikheisme itu. Selama sembilan tahun Agustinus mengikuti aliran itu. Disertai deraian air mata, Monika terus-menerus berdoa dengan tekun dan setia untuk pertobatan anaknya. Selama mengikuti aliran itu Agustinus tidak mendapatkan kepuasan. Kemudian, dia berencana untuk ke Roma. Ibunya tidak mengijinkannya, namun Agustinus tetap pada keputusannya dan pergi ke Roma.
Pada usia yang masih tergolong muda, Monika menikah dengan seorang bernama Patrisius. Patrisius adalah seorang yang kasar, mudah marah, tidak setia, peminum, dan mempunyai ekonomi yang tidak memadai. Ia juga seorang kafir yang tidak percaya kepada Tuhan. Menghadapi sifat suaminya yang jauh dari sempurna itu, Monika yang saleh berdoa dan memohon Tuhan memberikan rahmat pertobatan kepada Patrisius.
Kehidupan Monika dan suaminya jauh dari kebahagiaan. Terdapat perbedaan yang begitu jauh, Monika adalah seorang yang lemah lembut, sedangkan suaminya seorang yang kasar. Monika dengan penuh kesetiaan dan ketabahan menanggung semua beban itu. Monika membicarakan persoalan dengan suaminya ketika suaminya dalam keadaan tenang. Walaupun suaminya kasar tetapi Monika tidak pernah dipukul, maka contoh hidupnya menggerakkan hati banyak ibu di kota itu. Monika selalu mengatakan bahwa seorang suami yang sedang marah sebaiknya jangan dilawan, baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Bila sudah tenang dan tidak marah lagi maka itulah waktu yang tepat untuk didekati dan diajak berbicara dengan baik-baik. Suami Monika adalah seorang yang mudah marah, tetapi Monika tidak pernah disiksa dan dipukul. Tak jarang dijumpai banyak ibu yang memiliki suami yang lembut dan ramah, namun kadang-kadang di wajahnya ada bekas pukulan. Monika menasihati para ibu agar mengingat selalu buku tentang perkawinan yang dulu pernah dibacakan, yaitu taat pada suami dan tidak bersikap angkuh. Banyak ibu yang menjalankan nasihat itu dan mereka berhasil. Monika juga seorang ibu yang menjadi penegak yang bijak dan pendamai dalam setiap perselisihan dengan orang lain. Berkat doa Monika yang tak kunjung putus itu, akhirnya Patrisius dibaptis sesaat sebelum ia meninggal pada tahun 370.
Perkawinan Monika dan Patrisius ini membuahkan tiga orang anak, yaitu Agustinus, Navigius, dan Perpetua. Agustinus lahir pada hari Minggu tanggal 13 November 354. Ia seorang anak yang nakal, suka berbohong, dan selalu mencari alasan untuk menghindar dari tugas belajarnya. Ia juga malas, suka mencuri, dan suka memukul. Akan tetapi, Agustinus adalah seorang anak yang pandai dan selalu berdoa. Monika banyak mendapat kesulitan dalam mendidik Agustinus, karena ia tidak mau diperintah. Namun, Monika mendidik anaknya dengan rasa keibuan dan kasih sayang. Monika adalah ibu yang senantiasa mengikuti perjalanan hidup anaknya dan tidak pernah meninggalkannya, walaupun sang anak pernah mengecewakannya. Contohnya, Agustinus yang menjauh dari Gereja. Di kemudian hari Agustinus sendiri mengatakan, “Karena kebaikan ibuku, aku bisa mendapatkan segala yang terbaik yang telah kuperoleh.” Monika dengan antusias mengajarkan dan menceritakan pada anak-anaknya tentang Allah, tentang Kristus.
Pada usia enam belas tahun Agustinus menghabiskan masa remajanya dengan berkeliaran bersama teman-temannya yang sedang dilanda perasaan jenuh dan bosan. Mereka sering melakukan kejahatan. Agustinus sendiri senang melakukan percabulan. Tidak ada yang mengingatkan Agustinus akan dosa. Bahkan, ayahnya sendiri bangga akan hal itu. Sebaliknya, Monika terus berdoa dan menasihatinya. Agustinus pernah menjalani kehidupan “kumpul kebo” bersama seorang wanita. Akibatnya, lahirlah seorang putra hasil hubungan mereka di tahun 372. Anak tersebut diberi nama Adeodatus.
Suatu ketika Agustinus membaca sebuah buku yang berjudul “Hortensius” dengan tujuan agar dia bisa pandai berbicara. Ternyata dia tersentuh bahwa bukan hawa nafsu yang dicari, tetapi kehidupan rohanilah yang memberikan ketenangan. Akan tetapi, Agustinus tidak puas dengan ajaran Kitab Suci, maka dia berkenalan dengan sebuah aliran, yaitu Manikheisme. Ulah Agustinus ini membuat Monika semakin sedih dan menangis tak hentinya sambil berdoa. Airmata Monika lebih deras daripada airmata seorang ibu yang melihat anaknya meninggal dunia.
Akhirnya Monika menghadap seorang uskup dan meminta supaya uskup itu berbicara kepada Agustinus untuk melepaskan dirinya dari aliran Manikheisme itu. Selama sembilan tahun Agustinus mengikuti aliran itu. Disertai deraian air mata, Monika terus-menerus berdoa dengan tekun dan setia untuk pertobatan anaknya. Selama mengikuti aliran itu Agustinus tidak mendapatkan kepuasan. Kemudian, dia berencana untuk ke Roma. Ibunya tidak mengijinkannya, namun Agustinus tetap pada keputusannya dan pergi ke Roma.
Santo Fulgensius, Uskup dan Pengaku Iman
Sebagai seorang warga negara yang baik, Fulgensius rela mengabdikan
dirinya bagi kepentingan bangsa dan tanah airnya. Ia menjadi seorang
pengawal pemerintah di kota Kartago pada dinas perpajakan. Pekerjaan
ini menjemukan dan kerap menimbulkan pergolakan batin yang luar biasa.
Dalam keadaan ini, ketentraman batin merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Buku komentar Mazmur - mazmur dari St. Agustinus sungguh membantu Fulgensius dalam usanya memperoleh kedamaian batin. Buku komentar ini jugalah yang membimbing Fulgensius ke gerbang hidup membiara sebagai seorang rahib yang saleh dan setia.
Kedamaian batinnya di dalam biara ini tiba - tiba digoncangkan oleh serangan kaum Arian. Seorang imam Arian menyuruh orang - orang Numidia menyiksa dan menyesah Fulgensius. Uskup Arius, yang kuatir akan pembalasan Fulgensius, mengusulkan agar imam itu juga disiksa. Tetapi Fulgensius, yang mengetahui rencana Uskup Arius itu, mengatakan: "Kita orang Kristen tidak boleh membalas dendam kepada siapa saja yang memperlakukan kita semena - mena. Biarlah Tuhan yang bertindak atas orang itu. Tuhan lebih mengetahui cara yang tepat untuk membetulkan apa yang salah pada hamba - hamba-Nya. Oleh karena itu, biarkanlah Tuhan yang bertindak atas orang itu. Jikalau saya menyakiti imam itu, tentu saja saya akan kehilangan pahala yang disediakan Tuhan bagiku. Selain itu, tentu saja hal itu akan menjadi batu sandungan bagi umatku."
Karena tantangan - tantangan yang dihadapinya di Mesir, ia pergi ke Roma. Ketika terjadi penganiayaan terhadap orang - orang Kristen di Roma, ia kembali lagi ke Afrika. Disana ia diangkat menjadi Uskup kota Ruspua.
Rupanya sudah nasibnya bahwa dimanapun dia berada kesulitan dan tantangan selalu mendampinginya. Kaum bidaah Arian terus saja mengejarnya. Bersama dengan Uskup Ortodoks, ia di buang ke pulau Sardinia. Di tempat itu, ia menulis banyak buku pembelaan iman.
Setelah Arius - pengajar aliran sesat itu - meninggal dunia pada tahun 336, ia kembali ke keuskupannya dan menjalankan tugas seperti biasa. Pada hari - hari terakhir hidupnya, ia menyepi seorang diri di sebuah pulau hingga wafatnya pada tahun 533. http://17hary.blogspot.com
Dalam keadaan ini, ketentraman batin merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Buku komentar Mazmur - mazmur dari St. Agustinus sungguh membantu Fulgensius dalam usanya memperoleh kedamaian batin. Buku komentar ini jugalah yang membimbing Fulgensius ke gerbang hidup membiara sebagai seorang rahib yang saleh dan setia.
Kedamaian batinnya di dalam biara ini tiba - tiba digoncangkan oleh serangan kaum Arian. Seorang imam Arian menyuruh orang - orang Numidia menyiksa dan menyesah Fulgensius. Uskup Arius, yang kuatir akan pembalasan Fulgensius, mengusulkan agar imam itu juga disiksa. Tetapi Fulgensius, yang mengetahui rencana Uskup Arius itu, mengatakan: "Kita orang Kristen tidak boleh membalas dendam kepada siapa saja yang memperlakukan kita semena - mena. Biarlah Tuhan yang bertindak atas orang itu. Tuhan lebih mengetahui cara yang tepat untuk membetulkan apa yang salah pada hamba - hamba-Nya. Oleh karena itu, biarkanlah Tuhan yang bertindak atas orang itu. Jikalau saya menyakiti imam itu, tentu saja saya akan kehilangan pahala yang disediakan Tuhan bagiku. Selain itu, tentu saja hal itu akan menjadi batu sandungan bagi umatku."
Karena tantangan - tantangan yang dihadapinya di Mesir, ia pergi ke Roma. Ketika terjadi penganiayaan terhadap orang - orang Kristen di Roma, ia kembali lagi ke Afrika. Disana ia diangkat menjadi Uskup kota Ruspua.
Rupanya sudah nasibnya bahwa dimanapun dia berada kesulitan dan tantangan selalu mendampinginya. Kaum bidaah Arian terus saja mengejarnya. Bersama dengan Uskup Ortodoks, ia di buang ke pulau Sardinia. Di tempat itu, ia menulis banyak buku pembelaan iman.
Setelah Arius - pengajar aliran sesat itu - meninggal dunia pada tahun 336, ia kembali ke keuskupannya dan menjalankan tugas seperti biasa. Pada hari - hari terakhir hidupnya, ia menyepi seorang diri di sebuah pulau hingga wafatnya pada tahun 533. http://17hary.blogspot.com
Santo Basilius Agung, Uskup, Pengaku Iman dan Pujangga Gereja
Basilius
Agung lahir pada tahun 329 di Kaesarea, ibukota Propinsi Kapadokia di
Asia Kecil. Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh. Kedua
orangtuanya yaitu Basilius Tua dan Emmelia beserta neneknya Makrina Tua
diakui dan dihormati Gereja sebagai orang Kudus. Demikia pula dengan
Makrina Muda dan kedua adiknya: Gregorius dari Nyssa dan Petrus dari
Sebaste.
Basilius dididik oleh ayahnya dan neneknya Makrina Tua. Pendidikan ini menumbuhkan iman yang kokoh dan murni dalam dirinya. Basilius kemudian melanjutkan pendidikannya di Konstantinopel dan Athena. Di Athena, ia menjalin persahabatan dengan Gregorius dari Nazianze, teman kelasnya.
Setelah menamatkan pendidikannya dengan cermelang, ia kemudian kembali ke Kaesarea dan menjadi pengajar Retorika (ILmu Pidato). Dalam waktu singkat, namanya sudah dikenal luas. Ia bangga atas prestasi dan kemasyuran namanya dan senang dengan pujian orang. Oleh karena itu, lama kelamaan ia menjadi sombong dan cenderung mencari hormat duniawi. Namun atas pengaruh kakaknya Makrina Muda dan kedua adiknya, ia mulai tertarik pada corak hidup membiara. Ia lalu berhenti mengajar dan berangkat ke Mesir, Palestina, Syria dan Mesopotamia untuk mempelajari corak hidup membiara. Sekembalinya dari perjalanan itu, ia bersama Petrus Sebaste adiknya, membangun suatu biara pertapaan di Pontus. Di tempat itu, ia bertapa dan menjalani hidup yang keras bersama dengan beberapa rekannya. Aturan hidup membiara di Pontus mengikuti contoh dari Santo Pakomius dari Mesir. Kehidupan membiara yang dibangunnya merupakan bentuk kehidupan membiara yang pertama di ASia Kecil. Oleh karena itu, Basilius digelari sebagai Bapa Perintis hidup membiara di Gereja Timur. Di Gereja Barat pengaruh Basilius dikenal melalui Santo Benediktus, pendiri ordo Benediktin dan Abbas biara Monte Kasino.
Pada tahun 370, Basilius diangkat menjadi Uskup Kaesarea, menggantikan Uskup Eusebius. Ia dikenal sebagai seorang Uskup yang berwatak tegas dan bersemangat. Kepandaian, kesucian dan kerendahan hatinya menjadikan dia tokoh panutan bagi umatnya dan Uskup - uskup lain.
Selain giat membela kebenaran ajaran Kristiani terhadap serangan kaum Arian, Basilius juga memperhatikan kepentingan umatnya, terutama mereka yang miskin dan melarat. Karya sosial yang dirintisnya amat luas dan modern. Kaum kaya yang tidak mau mempedulikan sesamanya yang miskin dan melarat, dikecamnya habis - habisan. Ia membangun sebuah rumah sakit (namanya: Basiliad) untuk menampung orang - orang sakit yang miskin.
Untuk membela dan mempertahankan ajaran iman Kristiani terhadap ajaran sesat Arianisme, Basilius menerbitkan banyak buku - buku liturgi dengan berbagai pembaharuan. Dari antara ribuan surat yang ditulisnya itu tersimpan 300 surat hingga kini. Dari surat - surat itu kita dapat mengetahui kepribadian Basilius sebagai seorang yang mahir, pandai dan beriman. Meskipun badannya amat kurus karena hidup tapa yang keras dan penyakit, namun semangat pelayannya tak pernah pudar. Ia pun tetap ramah dan rendah hati terhadap semua umatnya.
Basilius meninggal dunia pada tangga 1 januari 379. Ia digelari Kudus dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Basilius dididik oleh ayahnya dan neneknya Makrina Tua. Pendidikan ini menumbuhkan iman yang kokoh dan murni dalam dirinya. Basilius kemudian melanjutkan pendidikannya di Konstantinopel dan Athena. Di Athena, ia menjalin persahabatan dengan Gregorius dari Nazianze, teman kelasnya.
Setelah menamatkan pendidikannya dengan cermelang, ia kemudian kembali ke Kaesarea dan menjadi pengajar Retorika (ILmu Pidato). Dalam waktu singkat, namanya sudah dikenal luas. Ia bangga atas prestasi dan kemasyuran namanya dan senang dengan pujian orang. Oleh karena itu, lama kelamaan ia menjadi sombong dan cenderung mencari hormat duniawi. Namun atas pengaruh kakaknya Makrina Muda dan kedua adiknya, ia mulai tertarik pada corak hidup membiara. Ia lalu berhenti mengajar dan berangkat ke Mesir, Palestina, Syria dan Mesopotamia untuk mempelajari corak hidup membiara. Sekembalinya dari perjalanan itu, ia bersama Petrus Sebaste adiknya, membangun suatu biara pertapaan di Pontus. Di tempat itu, ia bertapa dan menjalani hidup yang keras bersama dengan beberapa rekannya. Aturan hidup membiara di Pontus mengikuti contoh dari Santo Pakomius dari Mesir. Kehidupan membiara yang dibangunnya merupakan bentuk kehidupan membiara yang pertama di ASia Kecil. Oleh karena itu, Basilius digelari sebagai Bapa Perintis hidup membiara di Gereja Timur. Di Gereja Barat pengaruh Basilius dikenal melalui Santo Benediktus, pendiri ordo Benediktin dan Abbas biara Monte Kasino.
Pada tahun 370, Basilius diangkat menjadi Uskup Kaesarea, menggantikan Uskup Eusebius. Ia dikenal sebagai seorang Uskup yang berwatak tegas dan bersemangat. Kepandaian, kesucian dan kerendahan hatinya menjadikan dia tokoh panutan bagi umatnya dan Uskup - uskup lain.
Selain giat membela kebenaran ajaran Kristiani terhadap serangan kaum Arian, Basilius juga memperhatikan kepentingan umatnya, terutama mereka yang miskin dan melarat. Karya sosial yang dirintisnya amat luas dan modern. Kaum kaya yang tidak mau mempedulikan sesamanya yang miskin dan melarat, dikecamnya habis - habisan. Ia membangun sebuah rumah sakit (namanya: Basiliad) untuk menampung orang - orang sakit yang miskin.
Untuk membela dan mempertahankan ajaran iman Kristiani terhadap ajaran sesat Arianisme, Basilius menerbitkan banyak buku - buku liturgi dengan berbagai pembaharuan. Dari antara ribuan surat yang ditulisnya itu tersimpan 300 surat hingga kini. Dari surat - surat itu kita dapat mengetahui kepribadian Basilius sebagai seorang yang mahir, pandai dan beriman. Meskipun badannya amat kurus karena hidup tapa yang keras dan penyakit, namun semangat pelayannya tak pernah pudar. Ia pun tetap ramah dan rendah hati terhadap semua umatnya.
Basilius meninggal dunia pada tangga 1 januari 379. Ia digelari Kudus dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Santo Gregorius dari Nazianze, Uskup, Pengaku Iman dan Pujangga Gereja
Keluarga Gregorius adalah keluarga yang saleh dan diberkati
oleh Tuhan. Ibunya beserta kedua adiknya: Gorgonia dan Caesarius juga
diakui Gereja sebagai orang Kudus.
Gregorius menjalani pendidikannya di Nazianze; kemudian berturut-turut ia belajar di Kaesarea-Kapadokia, Kaesarea-Palestina, Aleksandria dan Athena. Di Athena ia bertemu dengan Basilius, teman kelasnya. Keduanya bersahabat, bersama Basilius, Gregorius mengasingkan diri di sebuah pertapaan di Pontus. Tetapi kemudian karena desakan dari ayahnya, Gregorius kembali ke daerah asalnya. Disana ia ditabiskan iman dan kemudian ditabiskan menjadi Uskup. Ketika berumur 50tahun, ia diangkat menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Di Konstantinopel ia menyaksikan keadaan hidup iman umat yang menyedihkan karena terpengaruh ajaran sesat Arianisme yang sudah menyebar luas. Tempat ibadat pun tidak ada.
Gregorius memulai karyanya sebagai Uskup dengan membangun sebuah Gereja darurat. Gereja ini disebutnya "anastasis" yang berarti kebangkitan. Kaum Arian yang menentangnya dihadapinya dengan tenang dan sabar. Kepada umat ia selalu berkata: "Kita harus menghadapi mereka (Kaum Arian) dengan budi bahasa yang manis dan kesabaran yang tinggi agar bisa mengalahkan mereka."
Ia banyak menulis dan mengajar di kota - kota yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk membela ajaran iman yang benar. Pertentangan dengan kaum Arian terus meruncing, terlebih-lebih karena semakin banyak umat yang kembali keajaran iman yang benar karena pengaruh Gregorius. Kaum Arian berusaha membunuhnya dengan menyuruh seorang pemuda. Namun usaha ini gagal. Pemuda tangguh itu seketika berubah hatinya tatkala berdiri di hadapan Gregorius yang saleh itu. Ia berlutut dan mengakui niat jahatnya.
Gregorius lebih suka hidup menyendiri dalam kesunyian pertapaan daripada hidup ditengah keramaian kota dengan segala masalahnya. Oleh karena itu, tak berapa lama setelah ayahnya meninggal, ia kembali ke Nazianze untuk menggantikan ayahnya. Dimana ia mengajar dan banyak menulis buku - buku pengajaran iman dan pembelaan agama. Semua tulisn - tulisan itu merupakan warisan berharga bagi Gereja. Dari tulisan-tulisannya kita mengetahui bahwa Gregorius adalah seorang teolog dan Filsuf yang arif.
Gregorius meninggal dunia pada tahun 390. Oleh Gereja beliau digelari Kudus dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Gregorius menjalani pendidikannya di Nazianze; kemudian berturut-turut ia belajar di Kaesarea-Kapadokia, Kaesarea-Palestina, Aleksandria dan Athena. Di Athena ia bertemu dengan Basilius, teman kelasnya. Keduanya bersahabat, bersama Basilius, Gregorius mengasingkan diri di sebuah pertapaan di Pontus. Tetapi kemudian karena desakan dari ayahnya, Gregorius kembali ke daerah asalnya. Disana ia ditabiskan iman dan kemudian ditabiskan menjadi Uskup. Ketika berumur 50tahun, ia diangkat menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Di Konstantinopel ia menyaksikan keadaan hidup iman umat yang menyedihkan karena terpengaruh ajaran sesat Arianisme yang sudah menyebar luas. Tempat ibadat pun tidak ada.
Gregorius memulai karyanya sebagai Uskup dengan membangun sebuah Gereja darurat. Gereja ini disebutnya "anastasis" yang berarti kebangkitan. Kaum Arian yang menentangnya dihadapinya dengan tenang dan sabar. Kepada umat ia selalu berkata: "Kita harus menghadapi mereka (Kaum Arian) dengan budi bahasa yang manis dan kesabaran yang tinggi agar bisa mengalahkan mereka."
Ia banyak menulis dan mengajar di kota - kota yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk membela ajaran iman yang benar. Pertentangan dengan kaum Arian terus meruncing, terlebih-lebih karena semakin banyak umat yang kembali keajaran iman yang benar karena pengaruh Gregorius. Kaum Arian berusaha membunuhnya dengan menyuruh seorang pemuda. Namun usaha ini gagal. Pemuda tangguh itu seketika berubah hatinya tatkala berdiri di hadapan Gregorius yang saleh itu. Ia berlutut dan mengakui niat jahatnya.
Gregorius lebih suka hidup menyendiri dalam kesunyian pertapaan daripada hidup ditengah keramaian kota dengan segala masalahnya. Oleh karena itu, tak berapa lama setelah ayahnya meninggal, ia kembali ke Nazianze untuk menggantikan ayahnya. Dimana ia mengajar dan banyak menulis buku - buku pengajaran iman dan pembelaan agama. Semua tulisn - tulisan itu merupakan warisan berharga bagi Gereja. Dari tulisan-tulisannya kita mengetahui bahwa Gregorius adalah seorang teolog dan Filsuf yang arif.
Gregorius meninggal dunia pada tahun 390. Oleh Gereja beliau digelari Kudus dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Santo Fransiskus Xaverius
Francesco de Yassu
Javier lahir di istana Xavier di Navarra, bagian utara Spanyol pada
tanggal 7 April 1506. Orangtuanya seorang bangsawan kaya raya.
Pendidikan dasarnya berlangsung di Navarra dan kemudian dilanjutkan di
Universitas Paris pada usia 19/20 tahun. Di Paris ia selalu bergaul
dengan orang-orang terpelajar dan terkemuka. Salah seorang teman
pergaulan dan sahabatnya ialah Ignasius Loyola. Ignasius mempunyai
pengaruh besar terhadap jalan hidup Fransiskus di kemudian hari sebagai
seorang misionaris besar dalam sejarah Gereja. Pertanyaan dasar yang
membuka lembaran hidupnya yang baru ialah: "Apa gunanya seseorang
memperoleh seluruh dunia, namun kehilangan jiwanya?" Pertanyaan ini
sungguh mempengaruhi sikapnya yang mengilhami jalan hidupnya sehingga ia
berani mengabdikan seluruh hidupnya sebagai seorang Abdi Allah bagi
penyebaran Injil dan pembangunan Kerajaan Allah di dunia.
Bersama Ignasius Loyola dan lima rekannya yang lain, termasuk Petrus
Faber, Fransiskus mengikrarkan kaulnya pada tanggal 15 Agustus 1534 di
gereja Montmatre. Upacara pengikraran kaul ini menandai awal berdirinya
Serikat Yesus yang secara resmi direstui oleh Paus Paulus III
(1534-1549) pada tahun 1540. Selain kaul kemiskinan dan kemurnian hidup,
mereka juga berjanji untuk membantu Paus dalam usaha memberantas
berbagai ajaran sesat dan menyebarluaskan iman Kristen. Fransiskus
ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1537. Setahun kemudian, ia
berangkat ke Roma dan bersama Ignasius, ia menyelesaikan berbagai
urusan yang berkaitan dengan pendirian Serikat Yesus dan misinya.
Pada tanggal 16 Maret 1540, Xaverius meninggalkan rekan-rekannya di Roma
dan berangkat ke Portugal untuk memenuhi undangan Raja Yohanes III,
yang meminta imam-imam Yesuit untuk mewartakan Injil di wilayah jajahan
Portugis di India. Bersama dua rekannya dari Portugis, Fransiskus
memulai perjalanan yang sulit itu pada tanggal 7 April 1541. Mereka tiba
di Goa, India pada tanggal 6 Mei 1542 dan mulai berkarya di India
Selatan dan Sri Langka.
Karyanya di Goa diberkati dengan keberhasilan yang gemilang. Dengan cara
pewartaannya yang menarik dan kesalehan hidupnya, ia berhasil menawan
hati banyak orang dan mempermandikan mereka menjadi pengikut-pengikut
Kristus. Ia dengan berani membela orang-orang pribumi yang menderita
karena tingkah penguasa sebangsa maupun penguasa kolonial yang korup
sambil mengajari mereka ajaran-ajaran Kristen yang mengutamakan cinta
kasih. Dalam sebuah suratnya kepada Ignasius pada tanggal15 Januari
1544, ia menulis: "Lenganku sering terasa sangat letih dan sakit karena
membaptis begitu banyak orang dan mengajari mereka kewajiban-kewajiban
iman Kristiani dalam bahasa mereka." Pada tahun berikutnya, sekitar
tanggal 27 Januari, ia mengabarkan lagi ke Roma bahwa ia sudah
mempermandikan kurang-lebih 10.000 orang dalam waktu satu bulan.
Diceritakannya pula tentang kecintaan mereka padanya karena
perbuatan-perbuatan baik dan ajaib yang dilakukannya di tengah-tengah
mereka.
Selama tiga tahun (1542-1545), Fransiskus Xaverius mewartakan Injil di
pantai Barat India. Semua perbuatannya yang agung itu terdengar juga
hingga ke Malaka. Oleh karena itu, pada musim semi tahun 1545, ia tiba
di Malaka dan mewartakan Injil di sana. Selama berada di sana ia
memanfaatkan waktunya untuk membina akhlak dan hidup perkawinan penduduk
Malaka yang sangat merosot karena kekayaan yang berlimpahruah. Ia rajin
berkotbah dan mengajar orang-orang yang sudah lama tidak memperhatikan
kebutuhan rohaninya. Demi keberhasilan karyanya ia dengan tekun
mempelajari bahasa Melayu dan menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen dan
doa-doa dalam bahasa Melayu.
Awal tahun 1546, ia berlayar dengan kapal dagang ke gugusan kepulauan di
Indonesia bagian timur, terutama di Maluku. Ia mencatat: "Para pelaut
menyita seluruh waktuku dari pagi hingga malam: terus menerus
mendengarkan pengakuan dosa, mengunjungi orang sakit, memberikan
sakramen-sakramen dan penghiburan rohani kepada mereka yang akan
meninggal dan sering pula berkotbah. Selama masa puasa saya kerjakan itu
. . . Pulau Ambon banyak penduduknya, di antaranya tujuh desa yang
beragama Kristen. Begitu tiba, saya mengunjungi desa-desa itu dan
memberikan Sakramen Permandian kepada anak-anak yang belum menerimanya.
Kira-kira 390 mil dari situ terdapat suatu negeri, Pantai Moro namanya.
Konon, di sana banyak orang Kristen yang sama sekali belum mendapatkan
pelajaran agama. Saya akan pergi ke sana secepatnya. Saya menulis
laporan ini supaya kamu tahu, betapa kamu dibutuhkan di sini. Memang
saya sadar, bahwa kamu diperlukan di India juga, tetapi pulau-pulau ini
sangat membutuhkan pertolongan yang lebih besar lagi." Fransiskus
mempermandikan kira-kira 1000 orang Ambon dan mempersiapkan kedatangan
imam-imam baru. Lalu ia menuju ke Ternate pada bulan Juli 1546.
Setiap pagi Fransiskus berkotbah kepada saudagar-saudagar Portugis, yang
seluruh pikirannya dijejali dengan urusan-urusan perdagangan
rempah-rempah dan wanita. Malam hari ia mengumpulkan orang-orang
berbahasa Melayu, melatih mereka baik-baik untuk mengerti dan
menghafalkan doa-doa serta menyanyikan cerita-cerita Kitab Suci. Tentang
hasil jerih-payahnya, ia meriulis: "Syukur kepada Allah! Di Ternate ini
sudah menjadi kebiasaan, anak lelaki di jalan-jalan dan anak perempuan
di rumah, para buruh di perkebunan dan nelayan-nelayan di laut,
siang-malam menyanyikan lagu-lagu suci, bukan lagi nyanyian-nyanyian
kotor. Mereka senang menyanyikan lagu Aku Percaya, Bapa Kami, Salam
Maria, Sepuluh Perintah Allah, Perbuatan-perbuatan Belaskasih, Pengakuan
Dosa Umum serta banyak lagu dan doa sejenis. Mereka itu, baik yang baru
bertobat maupun yang masih kafir, menyanyi dalam bahasa mereka sendiri.
Syukur kepada Allah bahwa saya dengan cepat disukai, baik oleh orang
Portugis di pulau ini maupun oleh orang pribumi yang beragama Kristen
dan yang bukan!" Setelah Fransiskus mengatur kedatangan
pengganti-penggantinya, ia kembali ke Malaka untuk selanjutnya pergi ke
Jepang.
Tentang rencana kerasulannya di Jepang ia menulis kepada Ignasius: "Iman
kita harus diwartakan kepada orang-orang Jepang, sebab mereka mempunyai
hasrat dan kerinduan yang besar untuk mendengarkan warta Injil dan
menjadi Kristen." Pada tanggal 14 Juni 1549, Fransiskus berlayar ke
Jepang ditemani oleh Pater Cosmas de Torres, Bruder Juan Fernandez,
Anger, seorang Jepang yang sudah bertobat dan dua orang lainnya. Mereka
tiba di Kagoshima, Kyushu pada tanggal 15 Agustus 1549. Mula-mula mereka
berusaha mempelajari bahasa Jepang dan menerjemahkan ajaran-ajaran
Kristen ke dalam bahasa daerah setempat. Dari Kagoshima, pada bulan
Agustus 1550 Fransiskus bersama kawan-kawannya berlayar ke Honshu, pulau
terbesar dari gugusan kepulauan Jepang. Orang-orang Jepang menyambut
baik mereka dan sangat antusias mendengarkan pewartaan Injil. Mereka
tertarik sekali dengan ajaran-ajaran Kristen yang disampaikan dengan
penuh rasa hormat dan keberanian.
Satu setengah tahun di Jepang penuh dengan kerja keras. Kecemburuan dan
perlawanan dari rahib-rahib Budha sangat gencar namun semuanya dapat
diatasi. Pada tahun 1552 Xaverius didesak untuk kembali ke India guna
menyelesaikan masalah-masalah administratif yang timbul selama ia tidak
ada. Pater Torres dan Bruder Fernandez menetap di Jepang untuk
melanjutkan karya misi di sana.
Setelah menyelesaikan masalah-masalah Yesuit di India, Xaverius mengalihkan perhatiannya ke Tiongkok, sebuah negara besar yang pada waktu itu tertutup bagi orang-orang asing. Pada bulan April 1552, ia berlayar menuju Cina dengan sebuah kapal Portugis dan didaratkan di pulau Sanchian, di depan muara sungai Chukiang. Di sana ia menunggu jemputan perahu yang bersedia menyelundupkannya ke daratan Tiongkok. Tetapi ia tiba-tiba jatuh sakit dan dalam waktu dua minggu ia menghembuskan nafas terakhir di sebuah gubug, ditemani hanya oleh seorang pemuda Tionghoa yang telah menemani dia dari Goa. Fransiskus meninggal dunia di Sanchian pada tanggal 3 Desember 1552.
Setelah menyelesaikan masalah-masalah Yesuit di India, Xaverius mengalihkan perhatiannya ke Tiongkok, sebuah negara besar yang pada waktu itu tertutup bagi orang-orang asing. Pada bulan April 1552, ia berlayar menuju Cina dengan sebuah kapal Portugis dan didaratkan di pulau Sanchian, di depan muara sungai Chukiang. Di sana ia menunggu jemputan perahu yang bersedia menyelundupkannya ke daratan Tiongkok. Tetapi ia tiba-tiba jatuh sakit dan dalam waktu dua minggu ia menghembuskan nafas terakhir di sebuah gubug, ditemani hanya oleh seorang pemuda Tionghoa yang telah menemani dia dari Goa. Fransiskus meninggal dunia di Sanchian pada tanggal 3 Desember 1552.
Fransiskus Xaverius adalah seorang sahabat bagi semua orang. Ia sangat
energik dan menarik, rendah hati dan penuh pengabdian. Sebagai seorang
pendekar karya misi, ia mendirikan pusat-pusat katekumenat dan
sekolah-sekolah, dan berusaha mendidik imam-imam pribumi di setiap
tempat yang ia kunjungi. Demi keberhasilan karyanya ia dengan tekun
mempelajari bahasa daerah.
Pastor Ludwig, sejarawan Gereja yang terkenal, menjuluki Fransiskus
Xaverius sebagai seorang "Misionaris Perintis Agama Salib" di Asia dan
misionaris terbesar semenjak Santo Paulus. Dengan semangat heroiknya, ia
mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa Asia sambil tetap mengingatkan
Gereja akan panggilannya untuk mewartakan Sabda Allah kepada semua
bangsa. Pada tahun 1622 ia dinyatakan 'kudus' oleh Paus Gregorius XV
(1621-1623). Karena teladan hidupnya, Paus Pius X (1903-1914) mengangkat
dia sebagai pelindung utama karya misi.
Santo Fransiskus Asisi
St. Fransiskus
adalah seorang santo yang hebat yang cocok untuk kamu jadikan teladan
hidupmu. Bahkan hingga kini Ordo Fransiskan (O.F.M. = Ordo Fratrum
Minorum = Ordo Friars Minor = Ordo Saudara-saudara Dina) yang
didirikannya masih terus tumbuh dan berkembang.
Fransiskus
dilahirkan di kota Assisi, Italia pada tahun 1181. Ayahnya bernama
Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya, dan ibunya
bernama Donna Pica. Di masa mudanya, Fransiskus lebih suka
bersenang-senang dan menghambur-hamburkan harta ayahnya daripada
belajar. Ketika usianya 20 tahun, Fransiskus ikut maju berperang melawan
Perugia. Ia tertangkap dan disekap selama satu tahun hingga jatuh
sakit. Pada masa itulah ia mendekatkan diri kepada Tuhan. Setelah
Fransiskus dibebaskan, ia mendapat suatu mimpi yang aneh. Dalam
mimpinya, ia mendengar suara yang berkata, "layanilah majikan dan
bukannya pelayan."
Setelah itu
Fransiskus memutuskan untuk hidup miskin. Ia pergi ke Roma dan
menukarkan bajunya yang mahal dengan seorang pengemis, setelah itu
seharian ia mengemis. Semua hasilnya dimasukkan Fransiskus ke dalam
kotak persembahan untuk orang-orang miskin di Kubur Para Rasul. Ia
pulang tanpa uang sama sekali di sakunya. Suatu hari, ketika sedang
berdoa di Gereja St. Damiano, Fransiskus mendengar suara Tuhan,
"Fransiskus, perbaikilah Gereja-Ku yang hampir roboh". Jadi, Fransiskus
pergi untuk melaksanakan perintah Tuhan. Ia menjual setumpuk kain
ayahnya yang mahal untuk membeli bahan-bahan guna membangun gereja yang
telah tua itu.
Pak Bernardone
marah sekali! Fransiskus dikurungnya di dalam kamar. Fransiskus, dengan
bantuan ibunya, berhasil melarikan diri dan pergi kepada Uskup Guido,
yaitu Uskup kota Assisi. Pak Bernardone segera menyusulnya. Ia mengancam
jika Fransiskus tidak mau pulang bersamanya, ia tidak akan mengakui
Fransiskus sebagai anaknya dan dengan demikian tidak akan memberikan
warisan barang sepeser pun kepada Fransiskus. Mendengar itu, Fransiskus
malahan melepaskan baju yang menempel di tubuhnya dan mengembalikannya
kepada ayahnya.
Kelak, setelah
menjadi seorang biarawan, Fransiskus baru menyadari bahwa yang
dimaksudkan Tuhan dengan membangun Gereja-Nya ialah membangun semangat
ke-Kristenan.
Pada tanggal 3 Oktober 1226, dalam usianya yang ke empatpuluh lima tahun Fransiskus meninggal dengan stigmata (Luka-luka Kristus) di tubuhnya.
Tidak ada
seorang pun dari pengikutnya yang menyerah dan mengundurkan diri setelah
kematian Fransiskus, tetapi mereka semua melanjutkan karya cinta
kasihnya dengan semangat kerendahan hati dan meneruskan kerinduannya
untuk memanggil semua orang menjadi pengikut Kristus yang sejati.
Santo Fransiskus adalah santo pelindung binatang dan anak-anak. Pestanya dirayakan setiap tanggal 4 Oktober.
Langganan:
Postingan (Atom)